Assalamualaikum,
Kali ini ana, Putri Aulia akan membahas tentang bagaimana hukum memakai behel buat para muslim dan muslimah yang telah membuka blog ini, pada bahasannya saya sendiri juga memakai behel, check it out :
Perlu diketahui bahwa untuk meratakan gigi perlu ada sebagian gigi yang dicabut untuk memberikan ruang yang cukup bagi gigi yang hendak diratakan. Setelah kawat gigi dilepas gigi perlu di-fresh-kan untuk menghilangkan bekas dari benda penyangga kawat gigi yang terbuat dari besi.
Mufti Agung Mesir Prof. Dr. Ali Jum’ah Muhammad mengatakan bahwa, Allah telah menciptakan manusia dan memuliakannya melebihi makhluk-Nya yang lain. Allah SWT juga memerintahkan manusia untuk tidak merubah bentuk ciptaan-Nya jika tindakan itu mengandung penentangan terhadap takdir-Nya, dan Allah mengategorikan perbuatan itu termasuk perbuatan setan. Allah berfirman,
Dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (An-Nisâ` [4]: 119).
Jika ada kebutuhan untuk meratakan gigi semisal susunan gigi nampak jelek sehingga perlu diratakan maka hukumnya tidak mengapa (mubah). Namun jika tidak ada kebutuhan untuk mengotak-atik gigi maka mengotak-atik gigi hukumnya tidak boleh. Bahkan terdapat larangan meruncingkan dan mengikir gigi agar nampak indah. Terdapat ancaman keras atas tindakan ini karena hal ini adalah suatu yang sia-sia dan termasuk mengubah ciptaan Allah.
Dalam riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu secara marfu’, dia berkata, “Semoga Allah melaknat para wanita yang membuat tato dan yang minta dibuatkan tato, para wanita yang mencabut bulu alis dan yang minta dicabutkan bulus alisnya, para wanita yang mengikir giginya supaya indah, (yaitu) para wanita yang mengganti ciptaan Allah.” Pernyataan Ibnu Mas’ud itu kemudian terdengar oleh seorang perempuan dari Bani Asad yang bernama Ummu Ya’qub. Dia lalu mendatangi Ibnu Mas’ud dan berkata, “Saya mendengar bahwa engkau melaknat wanita yang melakukan ini dan itu.” Ibnu Mas’ud pun menjawab, “Mengapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw.”. (Muttafaq ‘alaih). Laknat sendiri adalah pengusiran dari rahmat Allah, dan hal ini hanya berlaku pada perbuatan dosa besar.
Ditetapkan juga dalam kaidah syariah bahwa kemudaratan harus dihilangkan. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.,
“Tidak boleh membuat kemudaratan atas diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Hakim dan lainnya).
Dengan demikian, memperbaiki susunan gigi dengan meratakannya bukan termasuk tindakan mengubah ciptaan Allah dengan syarat dilakukan di bawah pengawasan dokter muslim yang dapat dipercaya.
Jadi mengotak-atik gigi dengan tujuan pengobatan, menghilangkan penampilan gigi yang jelek atau ada kebutuhan yang lain semisal seorang itu tidak bisa makan dengan baik kecuali jika susunan gigi diperbaiki dan ditata ulang, maka hal tersebut hukumnya tidak mengapa.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa agama kita adalah agama yang sangat mementingkan penampilan yang indah dan rapi. Oleh karena itu diantara sebab dibolehkannya meratakan gigi adalah menghilangkan tasywih atau penampilan yang buruk dan tidak sedap dipandang mata.
Nah sekarang kalian tahu kan, bagaimana hukum memakain behel menurut Islam? Seperti yang sudah dijelaskan diatas, Islam memperbolehkan menggunakan kawat gigi. Tetapi dengan tujuan yang bagaimana dulu. Isalam adalah agama yang mempermudah sesorang untuk menemukan jalan hidupnya, tergantung kita bagaimana sebagai umat Islam tersebut. Islam sangatlah kaya, subahanallah....
Hukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah,
Read more about didi kuning by www.konsultasisyariah.comHukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah,
Hukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah,
وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ
“Dan akan aku (setan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya.” (QS. An-Nisa: 119).Ayat ini menjelaskan bahwa merubah ciptaan Allah termasuk sesuatu yang haram dan merupakan bujuk rayu setan kepada anak Adam yang melakukan kemaksiatan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, ia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat perempuan yang mencabut (alisnya), menata giginya agar terlihat lebih indah yang mereka itu merubah ciptaan Allah.
Hadis ini merupakan laknat (dari rasulullah .pen) kepada wanita-wanita yang mencabut alisnya dan menata giginya dikarenakan mereka telah merubah ciptaan Allah. Dalam riwayat yang lain dikatakan, orang-orang yang merubah ciptaan Allah.
Namun, dalam beberapa hal ada pengecualian yang dibolehkan oleh syariat. Seperti dalam keadaan darurat dan mendesaknya kebutuhan, maka tidak mengapa merapikan gigi karena suatu hal yang darurat dan kebutuhan. Darurat dalam kategori syariat yaitu gigi yang ompong atau gingsul, yang perlu diubah karena sulit mengunyah makanan atau agar berbicara dengan fasih dll. Dalil mengenai hal ini adalah ‘Arjafah bin As’ad radhiallahu’anhu, ia mengatakan, “Hidungku terpotong pada Perang Kullab di masa jahiliyah. Aku pun menggantikannya dengan daun, tetapi daun itu bau sehingga menggangguku. Lal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku menggantinya dengan emas.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai, dan Abu Dawud).
Perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Arjafah untuk memperbaiki hidungnya dengan emas merupakan dalil bolehnya memperbaiki gigi. Adapun memperbaiki gigi yang cacat, maka tidak ada larangan untuk menatanya agar hilang cacatnya.
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukumnya memperbaiki gigi?” Syaikh menjawab, “Memperbaiki gigi ini dibagi menjadi dua kategori:
Pertama, jika tujuannya supaya bertambah cantik atu indah, maka ini hukumnya haram. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat lebih indah yang merubah ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal yang demikian untuk estetika (keindahan), dengan demikian seorang laki-laki lebih layak dilarang daripada wanita.
Kedua, jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat, tidak mengapa ia melakukannya. Sebagian orang ada suatu cacat pada giginya, mungkin pada gigi serinya atau gigi yang lain. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk melihatnya. Keadaan yang demikian ini dimaklumi untuk membenarkannya. Hal ini dikategorikan sebagai menghilangkan aib atau cacat bukan termasuk menambah kecantikan. Dasar argumentasinya (dalil), Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang laki-laki yang hidungnya terpotong agar menggantinya dengan hidung palsu dari emas, yang demikian ini termasuk menghilangkan cacat bukan dimaksudkan untuk mempercantik diri.”
Allahu a’lam.
Hukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah,
وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ
Hukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah,
وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ
“Dan akan aku (setan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya.” (QS. An-Nisa: 119).Ayat ini menjelaskan bahwa merubah ciptaan Allah termasuk sesuatu yang haram dan merupakan bujuk rayu setan kepada anak Adam yang melakukan kemaksiatan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, ia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat perempuan yang mencabut (alisnya), menata giginya agar terlihat lebih indah yang mereka itu merubah ciptaan Allah.
Hadis ini merupakan laknat (dari rasulullah .pen) kepada wanita-wanita yang mencabut alisnya dan menata giginya dikarenakan mereka telah merubah ciptaan Allah. Dalam riwayat yang lain dikatakan, orang-orang yang merubah ciptaan Allah.
Namun, dalam beberapa hal ada pengecualian yang dibolehkan oleh syariat. Seperti dalam keadaan darurat dan mendesaknya kebutuhan, maka tidak mengapa merapikan gigi karena suatu hal yang darurat dan kebutuhan. Darurat dalam kategori syariat yaitu gigi yang ompong atau gingsul, yang perlu diubah karena sulit mengunyah makanan atau agar berbicara dengan fasih dll. Dalil mengenai hal ini adalah ‘Arjafah bin As’ad radhiallahu’anhu, ia mengatakan, “Hidungku terpotong pada Perang Kullab di masa jahiliyah. Aku pun menggantikannya dengan daun, tetapi daun itu bau sehingga menggangguku. Lal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku menggantinya dengan emas.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai, dan Abu Dawud).
Perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Arjafah untuk memperbaiki hidungnya dengan emas merupakan dalil bolehnya memperbaiki gigi. Adapun memperbaiki gigi yang cacat, maka tidak ada larangan untuk menatanya agar hilang cacatnya.
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukumnya memperbaiki gigi?” Syaikh menjawab, “Memperbaiki gigi ini dibagi menjadi dua kategori:
Pertama, jika tujuannya supaya bertambah cantik atu indah, maka ini hukumnya haram. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat lebih indah yang merubah ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal yang demikian untuk estetika (keindahan), dengan demikian seorang laki-laki lebih layak dilarang daripada wanita.
Kedua, jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat, tidak mengapa ia melakukannya. Sebagian orang ada suatu cacat pada giginya, mungkin pada gigi serinya atau gigi yang lain. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk melihatnya. Keadaan yang demikian ini dimaklumi untuk membenarkannya. Hal ini dikategorikan sebagai menghilangkan aib atau cacat bukan termasuk menambah kecantikan. Dasar argumentasinya (dalil), Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang laki-laki yang hidungnya terpotong agar menggantinya dengan hidung palsu dari emas, yang demikian ini termasuk menghilangkan cacat bukan dimaksudkan untuk mempercantik diri.”
Allahu a’lam.
Read more about didi kuning by www.konsultasisyariah.comHukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah,
وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ
“Dan akan aku (setan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya.” (QS. An-Nisa: 119).Ayat ini menjelaskan bahwa merubah ciptaan Allah termasuk sesuatu yang haram dan merupakan bujuk rayu setan kepada anak Adam yang melakukan kemaksiatan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, ia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat perempuan yang mencabut (alisnya), menata giginya agar terlihat lebih indah yang mereka itu merubah ciptaan Allah.
Hadis ini merupakan laknat (dari rasulullah .pen) kepada wanita-wanita yang mencabut alisnya dan menata giginya dikarenakan mereka telah merubah ciptaan Allah. Dalam riwayat yang lain dikatakan, orang-orang yang merubah ciptaan Allah.
Namun, dalam beberapa hal ada pengecualian yang dibolehkan oleh syariat. Seperti dalam keadaan darurat dan mendesaknya kebutuhan, maka tidak mengapa merapikan gigi karena suatu hal yang darurat dan kebutuhan. Darurat dalam kategori syariat yaitu gigi yang ompong atau gingsul, yang perlu diubah karena sulit mengunyah makanan atau agar berbicara dengan fasih dll. Dalil mengenai hal ini adalah ‘Arjafah bin As’ad radhiallahu’anhu, ia mengatakan, “Hidungku terpotong pada Perang Kullab di masa jahiliyah. Aku pun menggantikannya dengan daun, tetapi daun itu bau sehingga menggangguku. Lal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku menggantinya dengan emas.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai, dan Abu Dawud).
Perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Arjafah untuk memperbaiki hidungnya dengan emas merupakan dalil bolehnya memperbaiki gigi. Adapun memperbaiki gigi yang cacat, maka tidak ada larangan untuk menatanya agar hilang cacatnya.
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukumnya memperbaiki gigi?” Syaikh menjawab, “Memperbaiki gigi ini dibagi menjadi dua kategori:
Pertama, jika tujuannya supaya bertambah cantik atu indah, maka ini hukumnya haram. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat lebih indah yang merubah ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal yang demikian untuk estetika (keindahan), dengan demikian seorang laki-laki lebih layak dilarang daripada wanita.
Kedua, jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat, tidak mengapa ia melakukannya. Sebagian orang ada suatu cacat pada giginya, mungkin pada gigi serinya atau gigi yang lain. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk melihatnya. Keadaan yang demikian ini dimaklumi untuk membenarkannya. Hal ini dikategorikan sebagai menghilangkan aib atau cacat bukan termasuk menambah kecantikan. Dasar argumentasinya (dalil), Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang laki-laki yang hidungnya terpotong agar menggantinya dengan hidung palsu dari emas, yang demikian ini termasuk menghilangkan cacat bukan dimaksudkan untuk mempercantik diri.”
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar